Iman Seorang Nenek

Saat kami sekeluarga duduk mengelilingi meja makan, cucu laki-laki saya yang berusia sembilan tahun berkata sambil tersenyum, “Aku mirip dengan Nenek. Aku suka membaca!” Kata-katanya membawa sukacita dalam hati saya. Saya ingat tahun lalu saat ia jatuh sakit dan tidak bersekolah. Setelah ia tidur siang, kami duduk bersebelahan dan membaca buku. Saya senang sekali dapat mewariskan kegemaran membaca yang saya sendiri terima dari ibu saya.

Urusan Orang Lain

Empat cucu kami asyik dengan permainan miniatur kereta api mereka, ketika dua yang termuda mulai berselisih tentang mesin kereta itu. Cucu kami yang berumur delapan tahun mencoba menjadi penengah, tetapi adik perempuan yang berusia enam tahun menegurnya, “Jangan ikut campur, kak.” Nasihat bijak yang sering kali perlu kita dengarkan juga. Namun, ketika pertengkaran kedua cucu saya itu berubah jadi tangisan, saya merasa perlu melerai dan menenangkan mereka.

Tindakan Kebaikan yang Sederhana

Ketika ibu saya berada dalam perawatan di penghujung hidupnya, hati saya tersentuh oleh kebaikan seorang perawat yang melayani beliau di rumah. Setelah dengan lembut mengangkat ibu saya yang lemah dari kursi dan membaringkannya di tempat tidur, perawat tersebut membelai kepala Ibu sambil membungkuk untuk berkata, “Ibu manis sekali.” Ia juga menanyakan kabar saya. Kebaikannya membuat saya menangis saat itu, bahkan juga saat mengingatnya sekarang.

Melangkah Maju dalam Iman

Pembicara tamu di gereja kami hari itu berbicara tentang hikmat dalam mempercayai Allah dan “melangkah masuk ke dalam sungai.” Ia bercerita tentang seorang pendeta yang mempercayai Allah dan memilih untuk menyampaikan kebenaran Alkitab dalam khotbahnya meski ada hukum baru yang berlaku di negerinya. Ia dijebloskan ke penjara selama 30 hari atas tuduhan telah menyampaikan ujaran kebencian. Namun, dalam proses banding, pengadilan memutuskan bahwa ia berhak memberikan penafsiran pribadi terhadap Alkitab dan mendorong orang lain untuk mengikutinya.

Pengalaman di Padang Gurun

Ketika baru menjadi orang percaya, saya pernah mengira bahwa saya akan bertemu Yesus dalam pengalaman-pengalaman “di puncak gunung”. Namun, pengalaman indah seperti itu jarang bertahan lama atau menghasilkan pertumbuhan. Penulis Lina AbuJamra berkata bahwa justru lewat pengalaman-pengalaman di padang gurun kita akan bertemu Allah dan mengalami pertumbuhan. Dalam buku pendalaman Alkitab yang berjudul Through the Desert, ia menulis, “Allah ingin menggunakan pengalaman-pengalaman di padang gurun kehidupan kita untuk menjadikan kita lebih kuat.” Ia melanjutkan, “Kebaikan Allah dimaksudkan untuk diterima di tengah penderitaan kita, bukan dibuktikan dengan tidak adanya penderitaan.”

Bergumul dengan Allah

Seorang teman lama mengirimkan sebuah pesan setelah suami saya meninggal dunia: “[Alan] adalah . . . seorang yang bergumul dengan Allah. Ia seorang Yakub sejati dan alasan kuat saya menjadi orang Kristen hari ini.” Tidak pernah terpikir oleh saya untuk membandingkan pergumulan Alan dengan tokoh Yakub dalam Alkitab, tetapi perbandingan itu sangat tepat. Sepanjang hidupnya, Alan bergumul dengan dirinya sendiri dan juga dengan Allah untuk mendapatkan jawaban. Ia mengasihi Allah tetapi adakalanya ia berjuang untuk memahami kebenaran bagaimana Dia sungguh mengasihinya, mengampuninya, dan mendengar doa-doanya. Meski begitu, kehidupannya dipenuhi berkat dan telah memberi dampak positif bagi banyak orang.

Sukacita dalam Memberi

Ketika putra kecil Keri kembali menjalani operasi distrofi otot, Keri ingin sejenak mengalihkan pikiran dari situasi keluarga yang dihadapinya dengan melakukan sesuatu bagi orang lain. Ia memutuskan untuk mengumpulkan beberapa pasang sepatu putranya yang sudah kekecilan tetapi masih layak pakai, lalu menyumbangkannya ke sebuah pelayanan. Pemberiannya itu mendorong sejumlah teman, anggota keluarga, bahkan tetangga untuk ikut serta, dan tak lama kemudian terkumpullah lebih dari 200 pasang sepatu untuk disumbangkan!

Beribadah Bersama di dalam Yesus

Ketika saya sedang menghadapi masa-masa penderitaan dan pergumulan emosional serta spiritual yang berkepanjangan karena beragam kesulitan hidup, mudah saja bagi saya untuk menarik diri dari gereja. (Bahkan adakalanya saya bertanya-tanya, untuk apa repot-repot ke gereja?) Namun, saya tetap terdorong untuk beribadah ke gereja setiap Minggu.

Kesengsaraan Kristus

Sebelum Jim Caviezel memerankan Yesus dalam film The Passion of the Christ (Kesengsaraan Kristus), sutradara Mel Gibson memperingatkannya bahwa peran tersebut sangat sulit dan bisa berdampak negatif bagi kariernya di Hollywood. Caviezel tetap mengambil peran tersebut, dengan berkata, “Kurasa kita harus tetap membuat film ini, meski sulit.”